Nyi Roro Kidul, Mitos Penguasa Laut Selatan




Menurut Wikipedia ensiklopedia bebas, Ratu Laut Selatan merupakan sebutan yang secara umum merujuk pada dua tokoh, yakni Nyi Roro Kidul dan Kanjeng Ratu Kidul. Kepercayaan terhadap keberadaan penguasa laut di selatan Pulau Jawa (Samudra Hindia) telah diyakini oleh masyarakat Jawa, Sunda dan Bali selama ini. Kepercayaan tersebut menjelma menjadi mitologi masyarakat yang banyak membawa pengaruh dari segi kepercayaan dan adat istiadat masyarakat setempat. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan tersebut masih tumbuh subur, meskipun banyak juga masyarakat yang menampik cerita tersebut dan hanya menganggap sosok Ratu Laut Selatan sebagai mitos belaka.

Gambaran sosok Nyi Roro Kidul. Sumber: http://www.sayangi.com

Ratu Laut Selatan diyakini memiliki sebuah keajaan yang berada tepat di jantung samudera. Sedangkan perkiraan pantai mana yang menjadi pintu gerbang menuju kerajaan tersebut masih banyak yang memiliki pendapat berbeda. Namun disini penulis akan mengangkat tentang salah satu pantai yang menurut kebudayaan dan tradisi Jawa, diyakini sebagai pintu gerbang untuk masuk ke ke rajaan Ratu Laut Selatan. Pantai tersebut ialah Pantai Parangkusumo, yang terletak di kawasan Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

Berbagai upacara adat seperti Upacara Labuhan pun digelar. Baik masyarakat sekitar hingga pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningat menggelar Upacara Labuhan di pantai ini. Upacara tersebut digelar sebagai wujud peringatan terhadap simbol ikatan dan kekuasaan yang terjadi antara pihak Keraton dengan Ratu Laut Selatan.
 
Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Mbah Sarjini mengatakan, Upacara Labuhan di Pantai Parangkusumo adalah ritual penting bagi pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Berdasarkan cerita, dulu Ratu Laut Selatan telah berjanji akan melindungi Panembahan Senopati beserta seluruh keturunannya dan Kerajaan Mataram pada saat mereka berada dalam kesulitan.

Suatu hari Panembahan Senopati bermeditasi di Pantai Parangkusumo. Karena mediatasi tersebut, terjadi kekacauan di Kerajaan Segara Kidul. Sampai pada akhirnya Ratu Laut Selatan menemui penguasa Mataram tersebut dan mengatakan bahwa harapan sang Senopati telah dikabulkan Sang Maujud Agung.

Singkat cerita, terjadilah perjanjian antara Ratu Laut Selatan dan Panembahan Senopati. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan Babad Tanah Jawa. Masyarakat meyakini bahwa hubungan antara Kanjeng Ratu Laut Selatan dan raja-raja Mataram telah memperkuat legitimasi kebudayaan kepada Sultan.

Di luar nalar
Meskipun terkesan di luar nalar, namun masyarakat yang masih meyakini cerita tersebut secara turun temurun telah banyak yang membuktikan. Salah satunya yang telah di alami Ali Sutanto, anak dari juru kunci Cepuri di Pantai Parangkusumo yang kini telah meninggal dunia. Ali menceritakan pengalaman sang ayah selama menjabat sebagai juru kunci. Dulu pada tahun 1973, sang ayah pergi bersama kakeknya guna melakukan ritual semedi di Pantai Parangkusumo. Pada waktu bersemedi, air laut tiba-tiba menjadi surut dan mulai terlihat bangunan kerajaan.

Ayah Ali pun masuk dan melewati gerbang kerajaan dimana terdapat bangunan yang mirip dengan pendopo. Untuk masuk ke Pendopo, ada tiga tangga yang terbuat dari batu yang sangat bersih dan indah. Saat ingin menaiki pendopo, saat itu pula Ratu Laut Selatan muncul dihadapannya. Saat itu pula Mbah Nono (ayah Ali) menundukkan muka sebagai bentuk penghormatan kepada penguasa Laut Selatan. Setelah tertunduk sekian lama, Ratu Laut Selatan tiba-tiba menyentuh kepala Mbah Nono dan mengatakan agar Mbah Nono menerima tanggung jawab yang diwariskan ayahnya, yaitu menjadi penerus juru kunci Cepuri. Mulai saat itulah, Mbah Nono menjadi juru kunci Cepuri menggantikan kakek Ali.

Di Cepuri, terdapat dua lokasi yang digunakan untuk berziarah. Dua lokasi tersebut yakni Batu Sengker atau batu gilang dan Sela Agung. Dulunya Panembahan Senopati melakukan semedinya di Batu Sela Agung. Namun karena alasan tidak nyaman, ia pun berpindah untuk melakukan semedi di lokasi Batu Sengker.

Berdasarkan perjanjian Ratu Laut Selatan dengan Panembahan Senopati itulah, hingga kini masyarakat masih terus menggelar Upacara Labuhan. Bahkan upacara ini telah menjadi agenda wisata budaya di Pantai Parangkusumo.